Kenali Hustle Culture, Penyebab Kurangnya Produktivitas Bekerja

2 min read

Pernahkah kamu menikmati waktumu hanya untuk bekerja? Seolah-olah dengan bekerja sepanjang waktu akan mengantarkanmu lebih cepat menuju kesuksesan. Kemudian, pemikiran tersebut selalu menjadi bayang-bayangmu bahkan ketika sedang beristirahat. Jika kamu pernah di posisi itu, harap berhati-hati. Bisa jadi kamu telah terperangkap dalam dunia hustle culture. Mirisnya, hustle culture saat ini menjadi hal yang wajar di tengah masyarakat, khususnya kaum milenial. Padahal jika kamu biarkan, budaya tersebut tidak baik dan bahkan bisa berakibat negatif bagi tubuh, loh. Lantas, apasih sebenarnya hustle culture tersebut dan mengapa kita harus memahaminya? Simak fakta-fakta hustle culture dalam pembahasan berikut.

1. Hustle Culture merupakan nama lain dari workaholism

Workaholism mendedikasikan dirinya untuk bekerja

Meskipun istilah ini sedikit asing di telinga, hustle culture sebenarnya merupakan nama lain dari workaholism atau gila kerja. Lebih jelasnya, hustle culture merupakan standar yang berkembang di masyarakat mengenai capaian dalam kesuksesan. Hal ini terjadi ketika seseorang mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan saja. Jadi, seseorang yang terjebak dalam hustle culture menganggap bahwa karir adalah aspek terpenting dalam hidupnya. Mereka menganggap bahwa usaha yang mereka lakukan tidak pernah cukup untuk mencapai kesuksesan.

2. Ciri-ciri seorang Hustler

Istirahat dalam kamus hustler culture berarti menyia-nyiakan waktu sukses 
Istirahat dalam kamus hustler berarti menyia-nyiakan waktu sukses 

Popular di kalangan milenial, budaya ini memiliki ciri-ciri yang menyebabkan seseorang sudah terjerat di dalamnya. Seseorang yang masuk ke dalam budaya ini disebut hustler. Berikut ciri-cirinya:

  • Cepat merasa bersalah ketika waktu beristirahat
  • Bekerja dalam durasi yang panjang, tanpa memperhatikan output lainnya
  • Termotivasi untuk mencapai kesuksesan di usia muda
  • Takut tertinggal, sehingga selalu bekerja tanpa mementingkan kesehatan fisik dan mental.

Baca Juga: Mau Resign Kerja Baik-Baik? Simak Tips Berikut!

3. Penyebab budaya hustle culture atau gila kerja

Teknologi menjadi penyebab terbesar budaya hustle culture berkembang
Teknologi menjadi penyebab terbesar budaya ini berkembang

Fenomena budaya gila kerja pertama kali hadir pada tahun 1971. Kemudian, perkembangan teknologi membuat budaya ini menyebar dengan cepat. Bahkan, hingga saat ini teknologi berperan sangat besar dalam mendorong hadirnya budaya gila kerja di kehidupan kita. Sudah menjadi rahasia umum jika jabatan dan finansial menjadi indikator kesuksesan hidup yang berkembang di masyarakat. Semakin tinggi jabatan dan finansial seseorang artinya ia merasa sudah sukses dan mapan. Bukan hanya lingkungan sekitar yang membentuk pemikiran seperti itu, nyatanya tokoh dan public figure juga berperan dalam hal ini. contohnya adalah Mark Zuckerberg, Elon Musk dan Steve Job. Terlebih Elon Musk pernah berkata lewat twitternya bahwa “No one ever changed the world on 40 hours a week,” and who recommends reaching an 80 hours/week threshold, possibly “peaking at 100.” Perkataan tersebut menambah alasan orang-orang bekerja tanpa mengenal waktu dan terobsesi agat sukses di usia muda.

4. Dampak buruk hustle culture pada kesehatan

Hustler yang sudah kronis akan mudah terkena penyakit
Hustler yang sudah kronis akan mudah terkena penyakit 

Hustle culture membuat orang termotivasi, tidak pantang menyerah dan bekerja agar dapat meraih mimpinya. Hal ini tentu saja merupakan hal yang positif. Namun, sesuatu yang takarannya berlebihan pasti akan menimbulkan dampak negatif. Setidaknya terdapat 2 dampak buruk dari budaya gila kerja yang ada pada diri seseorang. Pada kondisi ini mereka yang terjebak dalam budaya gila kerja tidak merasa bahagia. Hal ini dikarenakan tidak tercapainya work life balance. Sebenarnya apa work life balance itu? Work life balance adalah keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi seseorang. Obsesi untuk overwork dapat mengakibatkan penurunan aktivitas sosial.

Seseorang yang bekerja terus menerus akan mengalami kelelahan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kesehatannya. Burnout adalah suatu kondisi stress kronis yang terjadi secara bertahap akibat terlalu banyak mengemban tanggung jawab, lingkungan kantor dan masalah pekerjaan lainnya. Gejala ini muncul dengan sering merasa lelah, frustasi dan sulit berkonsentrasi. Membiarkan gejala terus berkepanjangan bisa merusak kekebalan tubuh seseorang. Sehingga, ia akan mudah terkena risiko penyakit jantung, kolestrol dan diabetes.

Tidak salah jika seseorang mempunyai mimpi untuk sukses dan mendapatkan karir yang ia impikan. Hanya saja jika melakukan usaha secara berlebihan tanpa memperhatikan kesehatan dan kehidupan pribadinya, tentu saja hal ini tidak baik. Bersyukur merupakan salah satu kunci agar lebih menghargai diri sendiri. Sukses tidak hanya bisa kamu ukur dengan karir dan harta saja melainkan sehat mental dan fisik serta tanpa merugikan orang lain. Kamu juga berhak mendapatkan apresiasi dengan beristirahat, karena kesehatan dan waktu bersama kerabat terdekat jauh lebih mahal harganya.

Buat kamu yang ingin meningkatkan kualitas skill dan CV untuk menunjang karir, yuk join MySkill.id! Disini, kami menyediakan berbagai pelatihan upskilling via e-learning dan bootcamp yang bisa kamu ikuti dengan berbagai praktisi dan cara yang menyenangkan.

Baca Juga: Tips Menghadapi FGD dalam Dunia Kerja

Editor: Dinan Fuzianti