Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?

Dewasa ini, literasi finansial sedang menjadi salah satu topik perbincangan hangat. Banyak orang mulai melek urusan manajemen keuangan hingga berinvestasi. Dari situ, banyak juga yang sudah merasakan manfaatnya. Nah, kalau kamu tertarik, salah satu topik yang bisa kamu mulai pelajari adalah strategi investasi.

Lo, mengapa investasi harus ada strategi? Bukannya investasi sudah pasti baik, ya? Memang, selama bukan investasi bodong dan sesuai aturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), pasti bakal baik. Walaupun begitu, imbal balik atau return yang masing-masing kesempatan investasi berikan pasti berbeda-beda. Nah, dalam hal ini, strategi berguna untuk mengoptimalkan return yang akan kamu dapatkan.

Daripada tambah penasaran, yuk, simak informasi tentang sejumlah strategi investasi. Di artikel ini, bahasan investasinya terbatas untuk saham saja, ya!

1. Value Investing, Beli Saham yang Salah Harga

Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?
Value investing biasanya berfokus pada emiten yang harganya sedang “murah”

Mungkin, kamu pernah mendengar nama-nama investor sukses, seperti Warren Buffet atau Lo Kheng Hong. Sebagai informasi, Warren Buffet terkenal karena mendirikan perusahaan Berkshire Hathaway, sementara Lo Kheng Hong adalah investor asal Indonesia yang sering mendapat return ratusan sampai ribuan persen dari investasinya. Apa persamaan keduanya? Mereka sama-sama menerapkan strategi value investing.

Tertarik Jadi Software engineering? Baca panduan lengkap Software Engineering di sini.

Terdapat beberapa istilah pada strategi ini:

a. Nilai intrinsik

Istilah ini merujuk pada nilai sebenarnya dari suatu saham. Nilai intrinsik sendiri tersusun atas aset terlihat dan tidak terlihat.

Yang terlihat berupa jumlah aset perusahaan (dalam pasar modal, perusahaan lazim disebut sebagai emiten), sedangkan yang tak terlihat lebih bersifat subjektif, misalnya branding dan kemampuan manajemen.

b. Nilai pasar

Nilai ini berfokus terhadap harga subjektif menurut para investor. Investor seringkali memberikan harga sendiri pada perusahaan berdasarkan hasil analisisnya.

Acuan penentuan analisis tersebut pun bisa saja sangat tidak nyambung dengan nilai intrinsik. Contohnya seperti menggunakan feeling, hitungan laporan keuangan, pendapat investor lain, hingga murni spekulasi.

Sederhananya, strategi investasi ini fokus membeli saham-saham perusahaan yang “salah harga”. Salah harga di sini maksudnya adalah nilai pasar lebih rendah daripada intrinsiknya. Sebutan untuk kondisi ini adalah “murah”.

Pemakai metode ini juga percaya bahwa seiring waktu, harga saham akan sesuai dengan kondisi asli dari emiten tersebut. Mereka yang membeli di harga murah pun mendapat keuntungan.

Mau jadi Akuntan, Pajak atau Auditor? Baca panduan lengkap Akuntansi, Pajak dan Audit di sini

2. Growth Investing, Strategi Investasi yang Berfokus pada Potensi

Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?
Growth investing memiliki potensi keuntungan dan risiko yang besar

Berbeda dengan value investing, dalam growth investing, seseorang berinvestasi pada perusahaan mapan yang sudah teruji secara historikal mampu melewati berbagai krisis. Strategi ini justru menekankan pada sektor dan bidang yang belum teruji.

Selain sektor yang kurang terpercaya, para pelaku strategi ini biasanya menaruh perhatian pada usaha-usaha yang baru berjalan. Hal ini karena, menurut mereka, memiliki sesuatu di saat masih kecil akan menghasilkan uang berlimpah kelak ketika hal tersebut membesar.

Sudah sering mendengar start up, kan? Nah, bisa kita katakan, para pendana usahanya masuk ke dalam strategi growth investing. Makanya, tak heran jika ketika start up membesar, kekayaan orang yang memegang kepemilikian di situ pun melejit. Memang, growth investing memberikan return paling tinggi di daftar ini. 

Walaupun bisa sangat menguntungkan, risikonya juga tidak kalah besar. Di antara jumlah start up yang menjamur, berapa banyak orang yang merugi dan bahkan harus gulung tikar? Jumlahnya tentu besar. Sama halnya dengan sektor lain.

Banyak perusahaan yang gagal berkembang sekalipun berada di sektor yang menjanjikan. Hal ini mungkin terjadi karena minim modal dan kompetensi sehingga kalah dengan kompetitor yang sudah mapan. Jadi, untuk menerapkan strategi ini, kamu harus memiliki toleransi risiko yang tinggi.

Mau jadi Product Manager? Baca panduan lengkap Product Manager berikut.

3. Income Investing, Strategi Investasi yang Mengharapkan Dividen

Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?
Income investing mengandalkan return dari pembagian keuntungan perusahaan

Buat yang lebih suka main aman, ada income investing dengan profil risiko yang rendah. Singkatnya, income investing bertopang pada emiten-emiten yang sering membagikan keuntungannya pada para pemegang kepemilikan.

Jadi, misalnya, pada akhir tahun, perusahaan mendapatkan sekian keuntungan. Jumlah tersebut tidak semuanya di reinvestasi untuk kegiatan bisnis. Sebagian keutungan akan disisihkan kepada pemegang saham. Keutungan yang dibagikan tersebut dikenal sebagai dividen. Karena rutin setahun sekali, risiko return-nya pun jadi semakin kecil. Alhasil, kamu bisa berinvestasi tanpa harus sport jantung.

Walaupun begitu, pertumbuhan menjadi tidak sekencang growth investing lantaran tidak semua uang berputar kembali di dalam bisnis. Persentase return yang kamu dapatkan pun lebih sedikit. Umumnya, jumlahnya di bawah 6 persen.

Dalam hal ini, income investing lebih cocok untuk kamu yang punya sumber penghasilan lain dan hanya berinvestasi untuk mengembangkan sikap disiplin, mencari tambahan, atau sebagai pengganti menabung.

Tertarik Jadi Software engineering? Baca panduan lengkap Software Engineering di sini.

4. Contrarian Investing, Jangan Ikut Kebanyakan Orang!

Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?
Sederhananya, contrarian investing melawan kepercayaan mayoritas investor

Strategi investasi yang satu ini agak sedikit eksperimental. Beberapa orang pun bahkan tidak menyetujui penggunaannya. Seperti namanya, investasi dalam contrarian investing difokuskan pada emiten-emiten atau instrumen yang mendapatkan sentimen buruk dari masyarakat. Alhasil, harganya menjadi sangat rendah, tetapi berisiko tinggi.

Kok, ada orang yang berpikir seperti itu? Logikanya dari mana? Pada buku The Intelligent Investor karya Benjamin Graham, ia mengatakan bahwa mengikuti pilihan mayoritas orang di pasar saham hanya akan membuat pelakunya mendapatkan return yang sama dengan mayoritas orang. Jika ingin lebih, kita harus mengambil jalan yang tidak berani orang lain ambil. 

Kedengaran logis, sih, tetapi bukan berarti kamu secara serampangan memilih bidang usaha, misalnya, yang berada di ambang kebankrutan. Langkah ini berisiko menyebabkan uang investasimu tidak akan kembali.

Adapun orang yang pernah menerapkan strategi ini adalah Warren Buffet dan Lo Kheng Hong. Dalam praktiknya, mereka menggabungkan contrarian investing dengan value investing sehingga risiko strategi yang besar dapat menjadi seminimal mungkin.

Mau jadi UI-UX Designer? Cek panduan lengkap UI-UX Design berikut.

5. Strategi Investasi Dollar Cost Averaging, Harus Rutin!

Strategi Investasi Ini Dipakai Investor Dunia, Apa Saja?
Dollar cost averaging berfokus pada membagi jumlah uang dalam beberapa bagian, kemudian menginvestasikannya dalam periode tertentu

Dari keseluruhan daftar di artikel ini, dollar cost averaging adalah strategi yang paling mudah implementasinya. Apabila kamu sedang malas melakukan analisis berat, tidak punya waktu karena sibuk bekerja, atau masuk pasar saham karena hanya ingin belajar mendisiplinkan diri, strategi ini cocok untukmu!

Pengaplikasian dollar cost averaging cukup mudah. Jadi, dalam periode waktu yang konstan, investasikan uangmu pada suatu saham dalam jumlah yang tetap. Untuk menentukan emiten pilihannya, beberapa orang bahkan cukup memilih yang sudah terkenal bagus. Setelah itu, konsistensikan prosedur tadi, tidak peduli harganya sedang naik ataupun turun. Tanpa kamu sadari, jumlahnya akan besar nanti.

Minim risiko dan dapat membiasakan diri, kunci strategi ini memang terletak pada konsistensi. Hal itu yang biasanya susah karena ketika tren harga sedang naik, kamu “gatal” ingin berinvestasi lebih banyak dan ketika sedang turun, kamu jadi ketakutan menaruh dana di situ. Namun, jika berhasil melewati masa-masa tersebut, kamu akan terbiasa dan akhirnya berhasil menghemat waktu dari analisis yang ribet.

Wah, strategi investasi ternyata ada banyak, ya? Dalam berinvestasi, bukan hanya menyesuaikan dengan profil risikomu, laporan keuangan juga dapat menjadi kunci utama untuk menemukan peluang.

Nah, kebetulan, MySkill membuka bootcamp untuk financial analysis, lo! Cek aja di myskill.id. Jangan kaget, ya, kalau harganya terjangkau dan worth it banget!

Mari terus belajar dan kembangkan skill di MySkill